Legenda Cinta Situ Patengan: Kisah Ki Santang dan Dewi Rengganis

Di dataran tinggi Bandung Selatan, di antara kabut tipis dan hamparan hijau perkebunan teh, terhampar sebuah danau yang menyimpan kisah cinta abadi — Situ Patengan. Tempat ini bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga lembaran legenda yang hidup di hati masyarakat Sunda.

Konon, dahulu kala, hiduplah Ki Santang, seorang kesatria gagah putra Prabu Siliwangi, dan Dewi Rengganis, seorang wanita cantik nan bijaksana dari kerajaan lain. Cinta mereka tumbuh di tengah perjalanan hidup yang berbeda, namun takdir memisahkan keduanya dalam waktu yang lama.

Bertahun-tahun mereka saling mencari — hingga akhirnya, takdir mempertemukan kembali di sebuah tempat indah di Rancabali. Dalam pertemuan yang haru itu, Dewi Rengganis meminta Ki Santang untuk membangun danau sebagai saksi cinta mereka. “Buatkan aku tempat yang akan selalu mengingatkan kita, meski waktu memisahkan,” begitu katanya.

Dengan kekuatan dan cintanya, Ki Santang pun menciptakan danau dan perahu untuk mereka berdua. Maka lahirlah Situ Patengan, dari kata “pateang-teangan” yang berarti saling mencari dalam bahasa Sunda — simbol pertemuan dua jiwa yang tak kenal lelah mencari satu sama lain.

Di tengah danau terdapat Batu Cinta, tempat mereka bertemu kembali, dan tak jauh dari sana, Pulau Asmara berbentuk hati — dipercaya sebagai jelmaan perahu mereka. Hingga kini, banyak pasangan datang ke sana dengan harapan cinta mereka akan sekuat Ki Santang dan Dewi Rengganis.

Namun kisah Situ Patengan tak hanya berhenti pada legenda. Pagi di danau ini adalah lukisan yang hidup: kabut menari di atas air, matahari menyapa dari celah dedaunan teh, dan gemericik air berpadu dengan sejuknya udara Rancabali. Dari restoran berbentuk perahu pinisi, pengunjung bisa menikmati panorama yang memadukan cinta, alam, dan sejarah dalam satu harmoni yang menenangkan.

Situ Patengan bukan sekadar wisata alam — ia adalah cerita tentang pencarian, pertemuan, dan keabadian cinta yang terus hidup di tanah Parahyangan.